Embrio kelahiran scene musik rock underground di Indonesia sulit
dilepaskan dari evolusi rocker-rocker pionir era 70-an sebagai
pendahulunya. Sebut saja misalnya God Bless, Gank Pegangsaan,
Gypsy(Jakarta), Giant Step, Super Kid (Bandung), Terencem(Solo), AKA/SAS
(Surabaya), Bentoel (Malang) hingga Rawe Rontek dari Banten. Mereka
inilah generasi pertama rocker Indonesia. Istilah underground sendiri
sebenarnya sudah digunakan Majalah Aktuil sejak awal era 70- an.
Istilah
tersebut digunakan majalah musik dan gaya hidup pionir asal Bandung itu
untuk mengidentifikasi band-band yang memainkan musik keras dengan gaya
yang lebih “liar” dan “ekstrem” untuk ukuran jamannya. Padahal kalau
mau jujur, lagu-lagu yang dimainkan band- band tersebut di atas bukanlah
lagu karya mereka sendiri, melainkan milik band-band luar negeri macam
Deep Purple, Jefferson Airplane, Black Sabbath, Genesis, Led Zeppelin,
Kansas, Rolling Stones hingga ELP. Tradisi yang kontraproduktif ini
kemudian mencatat sejarah namanya sempat mengharum di pentas nasional.
Sebut saja misalnya El Pamas, Grass Rock (Malang), Power Metal
(Surabaya), Adi Metal Rock (Surabaya), Val Halla (Medan) hingga Roxx
(Jakarta). Selain itu Log jugalah yang membidani lahirnya label rekaman
rock yang pertama di Indonesia, Logiss Records. Produk pertama label ini
adalah album ketiga God Bless, “Semut Hitam” yang dirilis tahun 1988
dan ludes hingga 400.000 kaset di seluruh Indonesia.
Menjelang
akhir era 80-an, di seluruh dunia waktu itu anak-anak muda sedang
mengalami demam musik thrash metal. Sebuah perkembangan style musik
metal yang lebih ekstrem lagi dibandingkan heavy metal. Band- band yang
menjadi gods-nya antara lain Slayer, Metallica, Exodus, Megadeth,
Kreator, Sodom, Anthrax hingga Sepultura. Kebanyakan kota- kota besar di
Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Malang hingga
Bali, scene undergroundnya pertama kali lahir dari genre musik ekstrem
tersebut. Di Jakarta sendiri komunitas metal pertama kali tampil di
depan publik pada awal tahun 1988. Komunitas anak metal (saat itu
istilah underground belum populer) ini biasa hang out di Pid Pub, sebuah
pub kecil di kawasan pertokoan Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Menurut
Krisna J. Sadrach, frontman Sucker Head, selain nongkrong, anak-anak
yang hang out di sana oleh Tante Esther, owner Pid Pub, diberi
kesempatan untuk bisa manggung di sana. Setiap malam minggu biasanya
selalu ada live show dari band-band baru di Pid Pub dan kebanyakan
band-band tersebut mengusung musik rock atau metal.
Band-band
yang sering hang out di scene Pid Pub ini antara lain Roxx (Metallica
& Anthrax), Sucker Head (Kreator & Sepultura), Commotion Of
Resources (Exodus), Painfull Death, Rotor (Kreator), Razzle (GN'R),
Parau (DRI & MOD), Jenazah, Mortus hingga Alien Scream (Obituary).
Beberapa band diatas pada perjalanan berikutnya banyak yang membelah
diri menjadi band-band baru. Commotion Of Resources adalah cikal bakal
band gothic metal Getah, sedangkan Parau adalah embrio band death metal
lawas Alien Scream. Selain itu Oddie, vokalis Painfull Death selanjutnya
membentuk grup industrial Sic Mynded di Amerika Serikat bersama Rudi
Soedjarwo (sutradara Ada Apa Dengan Cinta?). Rotor sendiri dibentuk pada
tahun 1992 setelah cabutnya gitaris Sucker Head, Irvan Sembiring yang
merasa konsep musik Sucker Head saat itu masih kurang ekstrem baginya.
Semangat
yang dibawa para pendahulu ini memang masih berkutat pola tradisi
“sekolah lama”, bangga menjadi band cover version! Di antara mereka
semua, hanya Roxx yang beruntung bisa rekaman untuk single pertama
mereka, “Rock Bergema”. Ini terjadi karena mereka adalah salah satu
finalis Festival Rock Se-Indonesia ke-V. Mendapat kontrak rekaman dari
label adalah obsesi yang terlalu muluk saat itu. Jangankan rekaman, demo
rekaman bisa diputar di radio saja mereka sudah bahagia. Saat itu
stasiun radio yang rutin mengudarakan musik- musik rock/metal adalah
Radio Bahama, Radio Metro Jaya dan Radio SK. Dari beberapa radio
tersebut mungkin yang paling legendaris adalah Radio Mustang. Mereka
punya program bernama Rock N’ Rhythm yang mengudara setiap Rabu malam
dari pukul 19.00 - 21.00 WIB. Stasiun radio ini bahkan sempat disatroni
langsung oleh dedengkot thrash metal Brasil, Sepultura, kala mereka
datang ke Jakarta bulan Juni 1992. Selain medium radio, media massa yang
kerap mengulas berita- berita rock/metal pada waktu itu hanya Majalah
HAI, Tabloid Citra Musik dan Majalah Vista.
Selain hang out di
Pid Pub tiap akhir pekan, anak-anak metal ini sehari-harinya nongkrong
di pelataran Apotik Retna yang terletak di daerah Cilandak, Jakarta
Selatan. Beberapa selebritis muda yang dulu sempat nongkrong bareng
(groupies?) anak-anak metal ini antara lain Ayu Azhari, Cornelia Agatha,
Sophia Latjuba, Karina Suwandi hingga Krisdayanti. Aktris Ayu Azhari
sendiri bahkan sempat dipersunting sebagai istri oleh (alm) Jodhie
Gondokusumo yang merupakan vokalis Getah dan juga mantan vokalis Rotor.
Tak
seberapa jauh dari Apotik Retna, lokasi lain yang sering dijadikan
lokasi rehearsal adalah Studio One Feel yang merupakan studio latihan
paling legendaris dan bisa dibilang hampir semua band- band rock/metal
lawas ibukota pernah rutin berlatih di sini. Selain Pid Pub, venue
alternatif tempat band-band rock underground manggung pada masa itu
adalah Black Hole dan restoran Manari Open Air di Museum Satria Mandala
(cikal bakal Poster Caf). Diluar itu, pentas seni MA dan acara musik
kampus sering kali pula di “infiltrasi” oleh band-band metal tersebut.
Beberapa pensi yang historikal di antaranya adalah Pamsos (SMA 6
Bulungan), PL Fair (SMA Pangudi Luhur), Kresikars (SMA 82), acara musik
kampus Universitas Nasional (Pejaten), Universitas Gunadarma,
Universitas Indonesia (Depok), Unika Atmajaya Jakarta, Institut
Teknologi Indonesia (Serpong) hingga Universitas Jayabaya (Pulomas).
Berkonsernya
dua supergrup metal internasional di Indonesia, Sepultura (1992) dan
Metallica (1993) memberi kontribusi cukup besar bagi perkembangan
band-band metal sejenis di Indonesia. Tak berapa lama setelah Sepultura
sukses “membakar” Jakarta dan Surabaya, band speed metal Roxx merilis
album debut self-titled mereka di bawah label Blackboard. Album kaset
ini kelak menjadi salah satu album speed metal klasik Indonesia era
90-an. Hal yang sama dialami pula oleh Rotor. Sukses membuka konser
fenomenal Metallica selama dua hari berturut-turut di Stadion Lebak
Bulus, Rotor lantas merilis album thrash metal major labelnya yang
pertama di Indonesia, Behind The 8th Ball (AIRO). Bermodalkan
rekomendasi dari manajer tur Metallica dan honor 30 juta rupiah hasil
dua kali membuka konser Metallica, para personel Rotor (minus drummer
Bakkar Bufthaim) lantas eksodus ke negeri Paman Sam untuk mengadu nasib.
Sucker Head sendiri tercatat paling telat dalam merilis album debut
dibanding band seangkatan mereka lainnya. Setelah dikontrak major label
lokal, Aquarius Musikindo, baru di awal 1995 mereka merilis album “The
Head Sucker”. Hingga kini Sucker Head tercatat sudah merilis empat buah
album.
Dari sedemikian panjangnya perjalanan rock underground di
tanah air, mungkin baru di paruh pertama dekade 90-anlah mulai banyak
terbentuk scene-scene underground dalam arti sebenarnya di Indonesia. Di
Jakarta sendiri konsolidasi scene metal secara masif berpusat di Blok M
sekitar awal 1995. Kala itu sebagian anak-anak metal sering terlihat
nongkrong di lantai 6 game center Blok M Plaza dan di sebuah resto
waralaba terkenal di sana. Aktifitas mereka selain hang out adalah
bertukar informasi tentang band-band lokal daninternasional, barter CD,
jual-beli t-shirt metal hingga merencanakan pengorganisiran konser.
Sebagian lagi yang lainnya memilih hang out di basement Blok Mall yang
kebetulan letaknya berada di bawah tanah.
Pada era ini hype musik
metal yang masif digandrungi adalah subgenre yang makin ekstrem yaitu
death metal, brutal death metal, grindcore, black metal hingga
gothic/doom metal. Beberapa band yang makin mengkilap namanya di era ini
adalah Grausig, Trauma, Aaarghhh, Tengkorak, Delirium Tremens,
Corporation of Bleeding, Adaptor, Betrayer, Sadistis, Godzilla dan
sebagainya. Band grindcore Tengkorak pada tahun 1996 malah tercatat
sebagai band yang pertama kali merilis mini album secara independen di
Jakarta dengan judul “It’s A Proud To Vomit Him”. Album ini direkam
secara profesional di Studio Triple M, Jakarta dengan sound engineer
Harry Widodo (sebelumnya pernah menangani album Roxx, Rotor, Koil,
Puppen dan PAS).
Tahun 1996 juga sempat mencatat kelahiran
fanzine musik underground pertama di Jakarta, Brainwashed zine. Edisi
pertama Brainwashed terbit 24 halaman dengan menampilkan cover Grausig
dan profil band Trauma, Betrayer serta Delirium Tremens. Di ketik di
komputer berbasis system operasi Windows 3.1 dan lay-out cut n’ paste
tradisional, Brainwashed kemudian diperbanyak 100 eksemplar dengan mesin
foto kopi milik saudara penulis sendiri. Di edisi-edisi berikutnya
Brainwashed mengulas pula band-band hardcore, punk bahkan ska. Setelah
terbit fotokopian hingga empat edisi, di tahun 1997 Brainwashed sempat
dicetak ala majalah profesional dengan cover penuh warna. Hingga tahun
1999 Brainwashed hanya kuat terbit hingga tujuh edisi, sebelum akhirnya
di tahun 2000 penulis menggagas format e-zine di internet
(http://www.bisik.com). Media-media serupa yang selanjutnya lebih
konsisten terbit di Jakarta antara lain Morbid Noise zine, Gerilya zine,
Rottrevore zine, Cosmic zine dan sebagainya.
29 September 1996
menandakan dimulainya sebuah era baru bagi perkembangan rock underground
di Jakarta. Tepat pada hari itulah digelar acara musik indie untuk
pertama kalinya di Poster Cafe. Acara bernama “Underground Session” ini
digelar tiap dua minggu sekali pada malam hari kerja. Cafe legendaris
yang dimiliki rocker gaek Ahmad Albar ini banyak melahirkan dan
membesarkan scene musik indie baru yang memainkan genre musik berbeda
dan lebih variatif. Lahirnya scene Brit/indie pop, ledakan musik ska
yang fenomenal era 1997 - 2000 sampai tawuran massal bersejarah antara
sebagian kecil massa Jakarta dengan Bandung terjadi juga di tempat ini.
Getah, Brain The Machine, Stepforward, Dead Pits, Bloody Gore, Straight
Answer, Frontside, RU Sucks, Fudge, Jun Fan Gung Foo, Be Quiet,
Bandempo, Kindergarten, RGB, Burning Inside, Sixtols, Looserz, HIV,
Planet Bumi, Rumahsakit, Fable, Jepit Rambut, Naif, Toilet Sounds, Agus
Sasongko & FSOP adalah sebagian kecil band-band yang “kenyang”
manggung di sana.
10 Maret 1999 adalah hari kematian scene Poster
Caf tuk selama- lamanya. Pada hari itu untuk terakhir kalinya diadakan
acara musik di sana (Subnormal Revolution) yang berujung kerusuhan besar
antara massa punk dengan warga sekitar hingga berdampak hancurnya
beberapa mobil dan unjuk giginya aparat kepolisian dalam membubarkan
massa. Bubarnya Poster Cafe diluar dugaan malah banyak melahirkan venue-
venue alternatif bagi masing-masing scene musik indie. Cafe Kupu- Kupu
di Bulungan sering digunakan scene musik ska, Pondok Indah Waterpark, GM
2000 Cafe dan Cafe Gueni di Cikini untuk scene Brit/indie pop, Parkit
De Javu Club di Menteng untuk gigs punk/hardcore dan juga indie pop.
Belakangan BB’s Bar yang super- sempit di Menteng sering disewa untuk
acara garage rock-new wave-mellow punk juga rock yang kini sedang hot,
seperti The Upstairs, Seringai, The Brandals, C’mon Lennon, Killed By
Butterfly, Sajama Cut, Devotion dan banyak lagi. Di antara semuanya,
mungkin yang paling “netral” dan digunakan lintas-scene cuma Nirvana
Cafe yang terletak di basement Hotel Maharadja, Jakarta Selatan. Di
tempat ini pulalah, 13 Januari 2002 silam, Puppen “menghabisi riwayat”
mereka dalam sebuah konser bersejarah yang berjudul, “Puppen : Last Show
Ever”, sebuah rentetan show akhir band Bandung ini sebelum membubarkan
diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar